Menjadi seorang coach berarti hadir sepenuhnya bagi orang lain mendengarkan, menahan ruang, dan memfasilitasi perubahan. Namun, di balik kehadiran yang tenang dan fokus itu, ada satu kebutuhan yang sering diabaikan: kesejahteraan diri sang coach sendiri.
Well-being self-assessment adalah cara sederhana namun penting untuk memastikan seorang coach tetap berdaya, seimbang, dan mampu hadir secara utuh di setiap sesi. Bukan karena tuntutan profesional semata, tetapi karena kualitas coaching tidak pernah bisa melampaui kualitas being dari sang coach.
Mengapa Penting?
Riset dari International Coaching Federation (ICF, 2023) menunjukkan bahwa lebih dari 60% coach profesional mengalami tanda-tanda kelelahan emosional ringan hingga sedang selama tahun pertama praktik aktif. Penyebabnya beragam mulai dari jadwal padat, beban empati tinggi, hingga kurangnya batas antara peran pribadi dan profesional.
Selain itu, laporan Harvard Business Review (2022) juga menyoroti meningkatnya kebutuhan akan emotional regulation di profesi bantuan (helping professions). Mereka yang tidak secara rutin melakukan refleksi atau self-assessment cenderung kehilangan presence dan mengalami penurunan kualitas mendengarkan.
Dengan kata lain, menjaga well-being bukan sekadar “tambahan”, tapi fondasi utama dari ethical practice seorang coach.
Empat Area Utama dalam Well-Being Self-Assessment
- Fisik: Apakah tubuh Anda cukup istirahat, makan dengan baik, dan bergerak secara teratur?
→ Energi fisik adalah sumber paling dasar dari mental clarity. - Emosional: Apakah Anda mampu mengelola emosi tanpa terbawa oleh dinamika klien?
→ Coach yang tidak sadar terhadap emosinya sendiri berisiko kehilangan empati sejati. - Mental: Apakah pikiran Anda cukup fokus, atau mulai kewalahan oleh daftar sesi dan tanggung jawab?
→ Fokus yang tersebar akan membuat kualitas pertanyaan coaching menurun. - Spiritual/Meaningful: Apakah Anda masih merasa terhubung dengan makna profesi ini?
→ Banyak coach mengalami compassion fatigue karena kehilangan sense of purpose.
Cara Menggunakannya dalam Praktik
Melakukan well-being self-assessment bisa sesederhana menjawab skala 1–5 untuk setiap area di atas seminggu sekali, lalu merenungkan:
“Apa satu hal kecil yang bisa saya ubah agar hadir saya di sesi berikutnya lebih utuh?”
Coach juga bisa membagikan konsep ini kepada klien sebagai bentuk modelling of self-awareness — bukan dengan bercerita tentang dirinya, tetapi dengan menghadirkan versi terbaik dari dirinya yang sadar dan seimbang.
Menjadi coach bukan berarti kebal dari kelelahan atau tekanan emosional. Justru karena perannya yang berfokus pada manusia, seorang coach perlu merawat dirinya seperti ia membantu orang lain untuk bertumbuh.
Melalui well-being self-assessment, coach belajar untuk tidak hanya memeriksa teknik, tapi juga keadaan batin yang menopang seluruh proses coaching. Karena pada akhirnya, kehadiran yang paling berdaya datang dari mereka yang telah berdamai dengan dirinya sendiri.
Baca juga artikel Coaching Through Wellbeing, klik disini!
Jadilah coach yang bukan hanya hadir untuk klien, tapi juga utuh untuk dirinya sendiri. Ikuti Loop Coaching Supervision, klik disini!