Leadership and Career Development Coach
Pada banyak organisasi, pemenuhan talenta terbaik melalui external recruitment sering menjadi salah satu strategi untuk memastikan tujuan organisasi dapat tercapai. Proses rekruitmen dan seleksi yang komprehensif biasanya diterapkan untuk menyaring talenta terbaik yang memenuhi requirement dari aspek personal attributes, behavior competencies, functional competencies dan relevant experiences agar efektif dan berkontribusi dalam perannya di Organisasi. Namun ternyata proses recruitment dan selection yang komprehensif ini saja tidak cukup untuk memastikan bahwa kandidat terpilih akan langsung dapat beradaptasi, terkoneksi dan berkontribusi terhadap organisasi.
Program Onboarding yang biasanya menjadi jembatan transisi adalah fase krusial yang menentukan bagaimana seorang karyawan baru beradaptasi, merasa diterima, dan siap memberikan kontribusi pada perusahaan. Namun, ketika proses onboarding tidak berjalan mulus, dampaknya dapat merugikan baik bagi karyawan maupun organisasi. Artikel ini akan membahas penelitian mengenai dampak onboarding yang tidak efektif, komponen program onboarding yang efektif, tahapan transisi karyawan baru, serta peran coaching dalam meningkatkan engagement dan kinerja karyawan baru.
Baca juga artikel Sesi Coaching Untuk Karyawan Baru!

Riset dari Society for Human Resources Management (SHRM) tahun 2018 menunjukkan 1 dari 25 karyawan baru memilih resign dalam kurun waktu 6 bulan pertama karena pengalaman yang tidak efektif pada masa transisi diprogram Onboarding. Selain turnover, dampak dari program transisi yang tidak efektif juga akan terlihat dari adanya penurunan produktivitas. Hal ini terjadi karena karyawan baru tidak diberikan arahan yang jelas atau dukungan yang cukup, mereka cenderung membutuhkan waktu lebih lama untuk mencapai kinerja optimal. Hal ini menyebabkan produktivitas awal karyawan turun dan menciptakan beban tambahan pada anggota tim lain yang harus mengisi kekosongan kinerja.
Dampak selanjutnya adalah Engagement yang rendah. Karyawan yang mengalami onboarding tidak smooth cenderung memiliki engagement rendah. Ketidakpastian dan kurangnya arahan yang jelas membuat karyawan merasa kurang terlibat secara emosional dan profesional, yang berdampak negatif pada motivasi mereka dalam menjalankan perannya di organisasi.
Sedangkan Perusahaan yang menerapkan formal onboarding program berdasarkan riset dari HBR.org pada tahun 2022, terdapat 50% lebih angka retensi karyawan baru dan 62% lebih angka produktifitas dari karyawan baru tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa Proses onboarding yang efektif akan memberikan manfaat terhadap proses adaptasi yang lebih cepat, sikap kerja yang lebih baik, engagement yang lebih tinggi serta retensi dan kinerja yang meningkat.
American Psychological Association (APA) Handbook of Industrial And Organizational Psychology mendefinisikan Onboarding program sebagai proses membantu memfasilitasi karyawan baru untuk mendapatkan pengetahuan, ketrampilan dan perilaku yang efektif sebagai bagian dari organisasi. Onboarding program berbeda dengan orientation program yang biasanya hanya untuk proses pengenalan terhadap organisasi dan dilakukan dalam waktu yang singkat.
Menurut Talya Bauer Ph.D, yang telah menelaah onboarding program sejak 25 tahun yang lalu, dalam tulisannya berjudul “The 6 C’s Of Employee Onboarding — A Scientific Framework For HR” mengemukakan terdapat 6 komponen yang perlu dipastikan untuk membangun Program Onboarding yang efektif dalam membantu masa transisi karyawan baru beradaptasi dan berkontribusi. The Six C’s terdiri atas komponen :
- Compliance (kepatuhan) : memastikan karyawan baru memahami peraturan dan kebijakan Perusahaan
- Clarification (klarifikasi) : memastikan karyawan baru memahami peran, fungsi dan ekspektasi dari perannya dalam organisasi
- Confidence (Kepercayaan) : hal ini terkait dengan “state of mind” karyawan baru yang merasa percaya diri terhadap kompetensi yang dimiliki dalam menjalankan perannya dan menghadapi tantangan baru.
- Connection (koneksi) : Membantu karyawan baru untuk membangun hubungan atau koneksi yang bermakna di lingkungan kerja. Komponen koneksi ini berkaitan dengan bagaimana karyawan baru merasa diterima dan dihargai dilingkungan kerja. Penelitian Gallup secara konsisten menemukan bahwa memiliki teman dekat dipekerjaan 50% dapat meningkatkan kepuasan kerja atau 7x lebih engaged (terikat) dengan pekerjaan.
- Culture (budaya) : mengacu kepada seberapa baik karyawan baru memahami norma, nilai, simbol, misi, visi, tujuan dan latarbelakang organisasi.
- Check–Back : mengacu kepada umpan balik (feedback) dari karyawan baru terhadap pengalamannya selama proses onboarding. Survey ini juga dapat dilakukan kepada manager maupun stakeholder lain yang terkait, agar insight yang didapatkan dari feedback tersebut dapat memberikan peluang improvement dan kesuksesan program onboarding jangka panjang.
Selain memahami komponen dalam Menyusun program onboarding yang efektif, Perusahaan juga penting untuk memahami bagaimana tahapan transisi karyawan baru dalam beradaptasi diorganisasi. Schein’s Socialization Model adalah sebuah framework yang dibangun oleh Edgar Schein seorang Psikolog Organisasi yang memberikan insight tentang bagaimana proses asimilasi karyawan baru terhadap budaya organisasi dan menjadi produktif dalam perannya. Terdapat tiga tahapan transisi, yaitu :
- Tahap Antisipasi: Sebelum hari pertama, calon karyawan sudah memiliki ekspektasi awal mengenai pekerjaan dan budaya perusahaan berdasarkan wawancara atau informasi yang diperoleh dari luar. Ekspektasi ini menjadi dasar bagi mereka saat memulai proses onboarding.
- Tahap Encounter (Pertemuan): pada tahap ini, karyawan baru memulai pengalaman nyata di tempat kerja. Mereka seringkali menyadari bahwa ada kesenjangan antara ekspektasi dan realitas, baik dari segi peran, budaya, maupun dinamika tim.
- Tahap Change and Acquisition (Perubahan dan Akuisisi) : Karyawan mulai menyesuaikan diri dengan peran dan budaya perusahaan, membangun hubungan dengan rekan kerja, serta menguasai keterampilan yang diperlukan. Di tahap ini, dukungan dari tim dan manajer sangat penting agar karyawan dapat mencapai stabilitas dan kinerja yang diharapkan.
Ketiga tahap ini menunjukkan bahwa transisi karyawan baru adalah proses bertahap yang membutuhkan dukungan, struktur, dan waktu untuk membantu mereka mencapai adaptasi yang baik dan kinerja optimal.
Talya Bauer Ph.D dalam tulisannya “The 6 C’s Of Employee Onboarding — A Scientific Framework For HR” juga menyatakan bahwa Program Onboarding yang terstruktur perlu mencakup aktivitas dan proses yang meliputi: dedicated coaching sessions, kejelasan ekspektasi, regular check-ins, designated mentor or buddy, dan kesempatan untuk belajar tentang budaya Perusahaan. Pendekatan coaching menjadi sebuah metode yang efektif karena dapat mengakomodir kebutuhan Individu dan learning styles yang unik dari setiap individu. Pendekatan coaching ini akan mendorong karyawan baru untuk segera beradapatasi terhadap peran mereka di organisasi, meningkatkan kepercayaan diri dan berprogres dalam kinerja pada periode 90 – 120 hari pertama di organisasi.
Beberapa manfaat pendekatan onboarding coaching yang dilakukan dalam masa transisi karyawan baru terutama di tahap encounter dan tahap Change & Acquisition yaitu : Coaching menyediakan dukungan personal berupa dukungan emosional dan professional bagi karyawan baru yang memungkinkan mereka untuk merasa didukung dan terarah. Hal ini dapat membantu mengurangi stres dan ketidakpastian yang sering muncul diawal masa kerja.
Proses coaching juga dapat meningkatkan pemahaman peran dan ekspektasi kerja. Karyawan baru bisa mendapatkan klarifikasi tentang tugas dan ekspektasi peran mereka. Peran Coach yang bisa dijalankan oleh Immediate Manager, Internal Coach ataupun external Profesional Coach dapat membantu karyawan baru dalam menetapkan tujuan awal yang realistis dan langkah-langkah konkret untuk mencapainya. Jika karyawan baru menghadapi tantangan teknis atau interpersonal selama masa transisi, dengan coaching individu dapat mengembangkan keterampilan problem solving dan mencari solusi yang tepat ketika menghadapi masalah.
Melalui sesi coaching, karyawan baru dapat lebih cepat beradaptasi dengan budaya organisasi karena diberikan peluang untuk eksplorasi pemahaman dan menyelaraskan antara nilai diri dengan nilai-nilai dan praktik organisasi. Hal Ini dapat membantu karyawan baru merasa lebih terintegrasi dan siap untuk berkontribusi pada tim dan organisasi.
Pendekatan coaching dapat menjadi perpanjangan tangan yang efektif dan memperkaya ragam pendekatan yang digunakan dalam program onboarding karyawan baru. Integrasi antara pendekatan lain dengan coaching yang mengakomodir kebutuhan Individu dan learning styles yang unik dari setiap individu akan membantu Individu dapat lebih percaya diri, terlibat dan mampu mencapai kinerja optimal lebih cepat.
Program Onboarding yang smooth dan terstruktur dalam masa transisi karyawan baru akan membentuk pengalaman awal yang positif, yang berdampak pada engagement, kinerja, dan retensi mereka di organisasi. Tahapan transisi karyawan baru, bila diselaraskan dengan metode yang tepat dapat menciptakan pengalaman yang menyeluruh dan positif. Peran coaching dalam onboarding membantu mengembangkan keterlibatan, adaptasi budaya, dan kinerja karyawan dengan lebih efektif. Dengan memberikan bimbingan personal, coaching mendorong karyawan untuk merasa lebih percaya diri dan terhubung dengan nilai perusahaan. Semua elemen ini, jika dijalankan dengan baik, akan menghasilkan pengalaman onboarding yang optimal, yang berdampak positif bagi karyawan maupun organisasi.
Referensi:
https://hbr.org/2023/07/a-guide-to-onboarding-new-hires-for-first-time-managers
https://www.preppio.com/blog/new-employee-onboarding-framework. The 6 C’s Of Employee Onboarding — A Scientific Framework For HR, by Talya Bauer Ph.D
https://www.gallup.com/workplace/353096/practical-tips-leaders-better-onboarding-process.aspx
Lihat juga video Cara leader hadapi team dalam masa transfromasi!
Artikel Karya: Sri Malahayati, PCC – LCACCP Batch 02