Loop Institute of Coaching

Alamak! Coaches’ Stories from APAC Coaching Conference 2025 – Kuching

Belajar dari Masa Depan Coaching: Integrasi Manusia, Teknologi, dan Kebijaksanaan Kolektif

Tanggal 24–25 September 2025, Coach Kurnia Siregar, MCC, ESIA , Coach Ina Rizqie Amalia, MCC, ESIA, Coach Annie Yahaya, Coach Fauziah Zulfitri,PCC , Coach Juni Dani,ACC , dan Coach Rima Olivia, LCPC, LCACC menghadiri APAC (Asia Pacific Alliance of Coaches) Coaching Conference 2025 di Kuching, Malaysia. Perjalanan kali ini menjadi lanjutan nyata dari komitmen Loop dan Coaches terhadap continuous learning dan global connection sebagai bagian dari ekosistem coach profesional di Asia Pasifik.

Lewat konferensi bertema “The Future of Coaching: Adapting Through Integration,” para coach Indonesia berinteraksi langsung dengan para praktisi dunia, membahas arah masa depan profesi yang makin erat bersinggungan dengan AI, neuroscience, dan collective wisdom. Dan seperti gaya khas Loop, oleh-oleh dari Kuching ini nggak berhenti di sana — dibawa pulang, dikemas hangat, dan dibagikan lewat Loopositivity Special Edition: “Alamak! Coaches’ Stories from APAC Coaching Conference 2025.”

Alamak! Coaches’ Stories from APAC Coaching Conference 2025 – Kuching

Dipandu oleh Coach Kurnia Siregar, MCC, ESIA sebagai teman diskusi, sesi diadakan pada tanggal 05 November 2025 dan dimulai pukul 19.30 WIB dengan insight dari masing-masing coach.

1. Coaching Mastery: Saat Manusia Tak Tergantikan

Coach Ina Rizqie Amalia, MCC, ESIA, sebagai APAC Ambassador, membuka sesi dengan pesan utama: “AI mungkin bisa belajar bertanya, tapi tidak bisa merasakan.” Insight ini ia bawa dari salah satu sesi paling powerful di konferensi, “The Journey Towards Coaching Mastery” yang dibawakan oleh Wai K. Leong.

Di sana ditekankan bahwa seorang coach sejati tidak berhenti di teknik, melainkan terus mengasah self-mastery, competency mastery, dan situational mastery.

AI boleh cepat dan presisi, tapi presence, empati, intuisi, dan kedalaman manusia tetap jadi pembeda utama. Ketika seorang coach hadir penuh tanpa overthinking soal template, marker, atau script percakapan mengalir alami: effortless, deep, dan truly transformational.

2. AI: Partner, Bukan Pengganti

Coach Juni Dhani, ACC melanjutkan dengan topik Integrating AI and Authentic Wisdom, yang dibawakan oleh Jaye Lee, PCC alih-alih takut para coach diajak memanfaatkan AI secara bijak lewat konsep 3A Framework:

  • Augment: meningkatkan awareness dengan membaca pola klien,
  • Amplify: mengungkap koneksi emosi yang lebih dalam,
  • Anchor: menjaga etika, meminta persetujuan klien, dan memastikan AI hanya alat bantu, bukan sumber jawaban.

Menariknya, ICF kini juga sudah memperbarui Kode Etik dengan menegaskan kewajiban transparansi dan privasi dalam penggunaan alat berbasis AI. Dunia coaching resmi melangkah ke era digital, tapi dengan tanggung jawab yang tetap manusiawi.

3. Facilitative Team Coaching: Dari “Saya” ke “Kita”

Coach Ani Yahya dari Malaysia memperkenalkan model baru bernama Facilitative Team Coaching, hasil riset Captain Shan Moorthi, PhD CC-IAC, ITCA-EMCC. Model ini menggabungkan process facilitation dengan coaching conversation untuk membantu tim menemukan alignment dan komitmen kolektif. Berbeda dengan group coaching yang fokus pada individu, model ini memperlakukan tim sebagai satu sistem hidup. Kuncinya ada pada framework RESPECT (Rapport, Establish Future, Seek Wisdom, Possible Solutions, Edify, Clarify, Timeline) Intinya: fasilitator bukan mengontrol percakapan, tapi menjaga ruang aman bagi dialog sebelum arah ditentukan.

4. Systemic–Spiritual–Sensory Coaching: Kembali ke Diri

Coach Rima Olivia, LCPC, LCACC membahas hal yang makin jarang disentuh dunia profesional: kesadaran spiritual dan sensorik seorang coach. Bersumber dari pembicara Ram S Ramanathan, MCC, MP, topik ini menyoroti hubungan tubuh, pikiran, dan energi spiritual yang membentuk presence seorang coach.


Coach Rima menegaskan bahwa trauma, bias, dan energi coach bisa “terpancar” ke klien tanpa disadari. Maka, menjaga kebersihan batin dan kejernihan indera menjadi latihan penting — bukan sekadar refleksi, tapi tanggung jawab etis seorang coach.

5. Presence: The Real Power of Coaching

Menutup sesi, Coach Fauziah Zulfitri, PCC membawakan insight dari Coach Marcia Reynolds PsyD, MCC tentang neuroscience of presence. Ketika coach hadir penuh tanpa menghakimi, tubuh klien melepaskan oxytocin, serotonin, dan dopamine. Hormon yang menciptakan rasa aman dan membuka jalan bagi transformasi. Inilah alasan mengapa percakapan coaching yang tenang dan sadar diri bisa berdampak dalam: dua otak berpikir bersama dalam ruang aman. Marsha menyebutnya co-regulation and collective wisdom fondasi dari coaching yang benar-benar transformatif.

Alamak! Coaches’ Stories from APAC Coaching Conference 2025 – Kuching

Konferensi APAC 2025 di Kuching memperjelas satu hal: masa depan coaching tidak akan dimenangkan oleh mereka yang paling canggih, tapi oleh mereka yang paling adaptif, sadar, dan terus belajar. AI hadir untuk memperkuat, bukan menggantikan. Teknologi boleh meniru proses, tapi tidak bisa meniru kehadiran.

Para Coach membawa pulang pesan ini bukan hanya untuk diri sendiri, tapi untuk seluruh ekosistem coach di Indonesia: Stay human, stay curious, and stay connected. Karena masa depan coaching bukan “AI vs manusia”  tapi coach yang berhenti belajar vs coach yang terus berkembang.

Cek program belajar #samaloop yang bisa Anda ikuti, klik disini!

Belajar Coaching #samaloop, cek video pembelajarannya – klik disini!

Scroll to Top
Scroll to Top